NIM: 180904005
Penerapan
konsep wisata halal masih menjadi perdebatan di tengah masyarakat Indonesia
yang majemuk. Kehadiran konsep wisata halal menimbulkan pro dan kontra karena setiap
orang memiliki penafsiran yang berbeda-beda perihal tujuan dari konsep wisata
halal tersebut. Konsep wisata halal menjadi kekhawatiran masyarakat yang kontra
karena mereka mempersepsikan kata halal
sebagai sesuatu yang akan menghilangkan nilai-nilai budaya setempat dan lebih
mengedepankan nilai-nilai islam. Sebaiknya persepsi tersebut harus dihilangkan
karena konsep wisata halal tidak menyinggung suku, ras, agama, dan budaya.
Konsep wisata halal hanya bertujuan untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan
seperti masjid, rumah makan halal, dan lingkungan yang bersih agar memenuhi
kebutuhan spiritual wisatawan muslim selama berlibur.
Beberapa
negara di kawasan Asia dan Eropa telah menerapkan konsep wisata halal. Negara-negara
tersebut menyadari bahwa konsep wisata halal berpotensi untuk meningkatkan
perekonomian di bidang industri pariwisata internasional. Wisata halal disebut
sebagai pasar yang sedang berkembang karena jumlah populasi muslim di dunia
diprediksi meningkat sebesar 26,5 % pada tahun 2030. Selain itu, data Global
Travel Muslim Index (GMTI) 2019 memprediksi bahwa jumlah wisatawan muslim
mancanegara akan meningkat sebesar 240 juta jiwa dan kemungkinan akan mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun. Jika dilihat dari sisi perekonomian, keuntungan
yang didapatkan dari wisatawan muslim diprediksi mencapai 200 milyar dollar
pada tahun 2020. Negara-negara yang telah menerapkan konsep wisata halal adalah
Jepang, Inggris, Korea, Singapore, Thailand, Jerman, Turki, Malaysia, Maroko,
dan lain-lain. Jika dicermati, negara yang telah disebutkan di atas merupakan
negara majemuk dan sebagian besar penduduknya adalah non-muslim. Namun, mengapa
negara-negara tersebut mampu menerapkan konsep wisata halal dan berhasil
menarik perhatian wisatawan muslim mancanegara? Pada dasarnya, keberhasilan
tersebut dapat dicapai karena adanya toleransi antarumat beragama. Selain itu,
penduduk dan pemerintah di negara tersebut telah memahami secara penuh makna
dan tujuan wisata halal. Oleh karena itu, terbentuklah dukungan dan kerja sama
dari penduduk dan pemerintah demi keberhasilan program wisata halal di negara
mereka.
Setelah melihat keberhasilan yang dicapai
negara-negara tersebut, saya merasa bahwa Indonesia juga memiliki potensi yang
kuat untuk mengembangkan wisata halal. Saya berpendapat demikian karena
Indonesia merupakan negara yang banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara.
Selain itu, Indonesia memiliki destinasi wisata terkenal yang tidak kalah
cantik dengan destinasi wisata negara lain. Kemudian, Indonesia menempati
peringkat pertama sebagai tujuan wisatawan muslim mancanegara pada tahun 2019.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, sebaiknya Indonesia tidak menyia-nyiakan
kesempatan dan diharapkan lebih serius mengembangkan konsep wisata halal.
Sepertinya tidak sulit untuk mengembangkan konsep wisata halal di Indonesia
karena Indonesia memiliki penduduk Islam terbanyak di dunia, hanya saja yang
menjadi faktor penghambat keberhasilan program wisata halal adalah masih banyak
masyarakat Indonesia yang kurang memahami makna dan tujuan konsep wisata halal.
Saya
ingin membahas satu contoh masalah tentang wisata halal yang baru saja terjadi
di Indonesia. Pada bulan Agustus 2019 yang lalu, Gubernur Edy Rahmayadi
mengatakan bahwa ia sedang menyiapkan tim untuk mempercepat kesuksesan
pariwisata di Danau Toba. Wisatawan mancanegara yang ditargetkan Edy Rahmayadi
adalah negara-negara kawasan Asia Tenggara yang sering berkunjung ke Danau Toba
seperti Malaysia, Brunei, Thailand, dan lain-lain. Salah satu cara untuk
menarik wisatawan mancanegara adalah dengan cara menyesuaikan keinginan wisatawan
yang datang, seperti menyediakan masjid dan rumah makan halal karena sebagian
besar wisatawan yang datang ke Danau Toba adalah umat Islam. Kemudian, Edy
Rahmayadi berharap agar lingkungan Danau Toba selalu terjaga kebersihannya
dengan menertibkan pemotongan babi di tempat umum dan pembuangan limbah hotel menggunakan
ipal. Media pun mengangkat berita tentang rencana penerapan konsep wisata halal
di kawasan Danau Toba. Masyarakat di Danau Toba menolak gagasan tersebut karena
mereka menganggap bahwa konsep wisata halal adalah cara yang digunakan untuk
melakukan misi islamisasi dan
menghilangkan nilai-nilai budaya di Danau Toba. Isu wisata halal di Danau Toba
semakin kisruh karena tokoh berpengaruh seperti Togu Simorangkir ikut menolak
program wisata halal tersebut. Masyarakat awam yang awalnya tidak mengerti
menjadi terpengaruh karena opini yang disampaikan oleh tokoh tersebut. Menurut
pendapat saya, sebaiknya kementerian pariwisata dan pemerintah melakukan
sosialisasi terlebih dahulu dan memberikan edukasi tentang “apa itu wisata
halal dan tujuan penerapan wisata halal”. Saya yakin jika masyarakat diberikan
pemahaman yang jelas, maka mereka akan mempertimbangkannya dengan baik sebelum menciptakan
persepsinya sendiri.
Dengan
demikian, konsep wisata halal tidak masalah jika diterapkan di tengah
masyarakat yang majemuk. Konsep wisata halal hanya alternatif yang berupaya
untuk memenuhi kebutuhan wisatawan muslim. Oleh karena itu, sebelum
mempersepsikan makna wisata halal, lebih baik kita pahami dulu makna dan
tujuannya. Jika kita memandang program ini secara positif, maka akan memberikan
kita keuntungan seperti meningkatkan perekonomian dan membuka lapangan kerja di
bidang pariwisata. Yang paling penting adalah kita harus bangun sikap toleransi
terhadap umat beragama.
Posting Komentar
Posting Komentar