PEMUDA DAN POLITIK
Berbicara
tentang pemuda
maka muncul dibenak kita sebuah pernyataan
bahwa
pemuda
adalah “harapan bangsa”.
Bangsa
yang kuat adalah bangsa yang memiiliki pemuda pemudi yang hebat, yang mampu membawa bangsa nya bersaing dengan bangsa
lain dan sejajar dengan bangsa lain. Seperti ungkapan yang
pernah disampaikan oleh Bung Karno “Berikan aku 1000 orang tua maka akan
kucabut semeru dari akarnya, berikan
aku 10 orang pemuda maka akan aku goncangkan dunia ini”. Begitulah ungkapan Bung
Karno, kurang lebih 72 tahun silam yang mengharapkan pemuda dan pemudi Indonesia dapat memiliki jiwa
tangguh dan berani untuk menggoncangkan dunia ini. Karena dalam sejarah Indonesia dari prolog sampai epilog
kemerdekaan, pemuda memiliki peranan yang luar biasa sebagai ujung tombak
perubahan, tambang kebangkitan lahirnya kesadaran berbangsa dan bernegara.
Seperti
yang kita ketahui bersama pemuda dan pemudi bangsa memiliki keindahan yang
dihiasi dengan bentuk fisik yang kuat, berjalan masih cepat, pendengaran masih
akurat, pikiran masih cermat, kulit
wajah
indah mengkilat. Oleh karena itu wajar saja, bila pemuda
menjadi salah satu penentu maju dan mundurnya suatu bangsa dan negara, sebab
terbukti sejak dahulu kala hingga saat ini sampai masa yang akan datang sesuai
dengan fitrahnya pemuda menjadi tulang punggung sebuah negara, emas negara dan penerus estafet
pembangunan masa depan bangsa.
Namun
kenyataannya disamping itu semua adalah hal yang sangat miris dan
memprihatinkan sekali permasalahan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah
permasalahan pemuda yang apatis terhadap permasalahan politik yang ada di
Indonesia, seperti yang kita tahu bahwa banyak permasalahan politik yang
terjadi di negara kita, Indonesia tercinta. Kita juga tahu bahwa peran pemuda
sangat besar bagi bangsa dan negara ini, namun dengan seiring dengan
perkembangan zaman pemuda pemudi yang memiliki sifat nasionalisme yang membara
kian luntur ditelan oleh masa. Apabila kita ingin melakukan kilas balik pada
tahun 1998 peran pemuda yaitu mahasiswa sangat besar terhadap perubahan bangsa
Indonesia.
Disini dapat dilihat bahwa gerakan mahasiswa pada tahun 1998 adalah sebuah bentuk
gerakan reformasi yang menuntut perubahan sosial, dimana perubahan sosial yang terjadi merupakan upaya untuk memajukan masyarakat
tanpa mengubah struktur dasarnya, sehingga gerakan ini dapat digolongkan
pada gerakan reform dan bukan gerakan yang
sifatnya radikal. Gerakan mahasiswa saat itu melihat bahwa untuk menjawab
permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia adalah pergantian rezim otoriter yang berkuasa dengan menggunakan isu-isu moral.
Gerakan mahasiswa 1998 inibanyak mengundang kekaguman, tidak hanya bagi publik di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Berbeda dengan gerakan
mahasiswa 1966 atau tahun-tahun sesudahnya yang memunculkan sejumlah tokoh dan
pemimpin, gerakan mahasiswa 1998 nyaris bergerak tanpa pemimpin. Gerakan itu juga muncul tanpa didasarkan
sebuah wacana dan agenda yang jelas,
kecuali mengkristalnya musuh bersama bernama Soeharto. Tahun-tahun represif
menyebabkan mahasiswa memilih sebuah gerakan tanpa tokoh. Bahkan sebagian besar pemimpin simpul gerakan
adalah para aktivis yang sama sekali baru dan relatif tidak terlibat dalam aksi-aksi sebelumnya.
Seluruh karakteristik itu
menjadi kekuatan sekaligus kelemahan gerakan mahasiswa 1998. Kekuatan karena dengan karakteristik itu gerakan
mahasiswa tidak mudah terpatahkan.
Kelemahan karena kemudian terbukti bahwa perjuangan mahasiswa menjadi tidak
mempunyai arah yang jelas, dan kemudian sadar atau tidak justru dikendalikan oleh
kekuatan-kekuatan di luar mereka. Proses reformasi pada tahun 1998 telah berdampak besar dalam
kehidupan masyarakat di Indonesia. Secara umum, terdapat beberapa perubahan sosial yang terjadi:
Pertama, yang paling dirasakan
dan dapat dilihat dengan jelas adalah jatuhnya rezim Orde Baru yang telah
berkuasa selama 32 tahun. Selama berkuasa, rezim Orde Baru selalu
mengedepankan tindakan represif dalam menjaga kelanggengan kekuasaannya. Mundurnya presiden Soeharto telah menjadi tolok ukur dari
dari perubahan tersebut. Namun, banyak pula kalangan melihat bahwa mundurnya
Soeharto tidak akan memberikan kontribusi terhadap perubahan yang diinginkan.
Kedua, seiring dengan jatuhnya
rezim Orde Baru maka berdampak pada struktur pemerintahan. Dalam berbagai
tuntutannya, mahasiswa menganggap bahwa struktur pemerintahan di masa
Orde Baru menjadi instrumen penindasan terhadap
masyarakat. Ini jelas sangat dirasakan oleh para mahasiswa yang telah dibungkam
melalui pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kemahasiswaan (NKK/BKK). Selain itu, mahasiswa menilai bahwa aparat negara,
militer pada khususnya juga menjadi alat pelanggeng kekuasaan. Oleh karena itu,
tuntutan yang muncul dari mahasiswa adalah mengembalikan posisi militer pada
fungsinya. Salah satu contoh perubahan adalah dicabutnya dwifungsi
ABRI.
Ketiga, perubahan sistem
politik di Indonesia. Walaupun sering dikatakan bahwa paham yang dianut oleh
sistem politik Indonesia adalah demokrasi, ini jauh berbeda dengan apa yang
dirasakan oleh masyarakat. Perbedaan pendapat yang kerap kali dianggap mengganggu stabilitas menjadi hal yang dilarang di masa Orde Baru.
Aspirasi politik dari masyarakat kemudian dipersempit dengan sistem tiga partai
yang jelas tidak berpihak pada masyarakat. Oleh karena itu salah satu tuntutan
mahasiswa pada tahun 1998 adalah melakukan pemilihan umum (pemilu) dalam waktu
dekat. Salah satu contoh perubahan dekat adalah pelaksanaan sistem pemilihan
umum langsung yang dilaksanakan pada tahun 2004.
Seperti yang telah disampaikan diatas, perubahan sosial juga akan
mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan pola perilaku dalam sistem sosial
masyarakat. Dalam konteks reformasi pada tahun 1998, terjadi
perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengekangan yang dulu dilakukan oleh rezim Orde Baru diberbagai sektor
berangsur-angsur dihilangkan. Sebagai salah satu contoh adalah kebebasan
berpendapat yang dulu menjadi ‘barang haram’ sekarang
relatif lebih terbuka. Kemudian isu tentang nilai-nilai Hak Asasi Manusia
kemudian menjadi salah satu indikator dalam pembangunan. Masyarakat yang
dulunya apolitis dan cenderung pasif pada sistem politik terdahulu mulai terlibat
dalam berbagai kegiatan politik praktis. Sebagai salah satu indikator adalah
berdirinya berbagai partai politik di Indonesia.
Untuk itulah, peran generasi
muda dalam bidang politik begitu di perlukan kehadirannya. Sikap apatis akan
terkalahkan apabila generasi muda sadar akan pentingnya peran mereka dalam
dunia politik dan sistem pemerintahan yang kelak akan di nanti-nantikan ide-ide
pembaharuan kebijakan pemerintahan dan pembaharuan dalam sistem politik agar
bagaimana Indonesia bisa bebas dari money politik dan masyarakat bebas dari
Golput pada saat pemilihan umum yang umumnya hal itu marak terjadi di dalam
sistem politik di Indonesia.
Hal itulah yang
di harapkan tokoh-tokoh Bangsa di Negeri ini yang nantinya akan di gantikan
dengan generasi muda sehingga mereka bisa beristirahat dengan tenang. Apabila
di ibaratkan, generasi muda ialah ibarat fondasi kokoh suatu bangunan apabila
dibuat dengan semestinya layaknya fondasi bangunan gedung pencakar langit. Begitupun dengan peran generasi muda terhadap politik yang apabila
diperkuat dan di biasakan dengan baik sehingga tercipta fondasi politik yang
kokoh.
Posting Komentar
Posting Komentar